twitter



Pada jaman dahulu tersebutlah seorang raja yang bernama Pangeran Giri Layang masih keturunan Pajajaran. Dalam mengolah negara Pageran Giri Layang dibantu oleh adik perempuannya, yang bernama Nyi Putri Giri Larang. Pangeran Giri Layang adalah seorang raja yang adil bijaksana dan suka bekerja keras dalam mengolah negara demi kesejahteraan rakyatnya. Patihnya, yang bernama Endang Capang, hampir setiap hari ditugasi berkeliling memeriksa pertanian rakyat, memeriksa pengairannya, dan mengajak rakyat bergotong royong membuka hutan untuk ditanami palawija atau padi. Baginda raja sangat mem-perhatikan pertanian, yang menjadi mata pencaharian rakyatnya dan memberikan penerangan bagaimana cara bertani agar hasilnya berlimpah. Baginda raja sangat mengutamakan kepentingan ne­gara dan rakyatnya. Karena itu, tidak heranlah jika negara itu ber­limpah - limpah dengan hasil tanaman.
Rakyatnya bergembira sebab makanan berlimpah - limpah. Makanan tak usah dibeli, paling - paling saling bertukar dengan temannya. Takaran yang dipakai waktu itu untuk mengukur barang yang dipertukarkan ialah batok kelapa atau ruas bambu. Untuk mengukur panjang atau lebar dipergunakan jengkal, hasta, atau tombak. Demikian juga untuk penerangan di tiap rurnah dipergunakan pelita dan sebangsanya yang minyaknya terbuat dari biji - bijian yang diperas, seperti keliki, jarak, atau kenari.
Jumlah penduduknya waktu itu tidak banyak sehingga letak satu rumah dari.rumah yang lainnya agak berjauhan. Walaupun rumah - rumah letaknya berjauhan, penduduk tidaklah merasa ta-kut sebab setiap sore ramai terdengar dari setiap rumah bunyi -bunyi gambang atau suling. Demikianlah negara aman tentram, subur makmur, rakyat patuh dan hormat kepada rajanya yang ber-sungguh - sungguh memperhatikan kepentingan rakyatnya.
Pada suatu waktu, ketika Pangeran Giri Layang sedang berca-kap - cakap dengan adiknya, Nyi Putri Giri .Layang, tiga-tiba adik-adiknya berkata: "Kanda! Semoga tidak menyinggung hati kanda bahwasanya ada sesuatu yang akan adinda katakan. Dinda sudah lama mem-bantu kakanda mengolah negara dan sudah banyak ilmu yang din­da peroleh. Sekarang jika sekiranya kanda mengizinkan dinda akan pergi ke tempat lain, semoga dinda mendapatkan kesaktian yang lebih dari sekarang."
Mendengar permohonan adiknya yang sangat dicintainya itu Pangeran Giri Layang berdiri dan mengelus-elus rambut adiknya seraya berkata: "Dinda! Tentu saja kanda tidak dapat menghalang - halangi maksud dinda pergi ke tempat lain mencari kesaktian yang lebih tinggi. Semoga dalam perjalanan dinda selamat tak ada suatu apa. Kandapesan agarjangan lupa dinda membawa air sumurSudajaya danjangan pergi kearah timur melampaui perbatasan, kalau - kalau di jalan mendapat rintangan. Oleh kanda didoakan semoga selamat dalam perjalanan dan berhasil apa yang dinda maksud." Setelah pamit berangkatlah Nyi Putri Giri Larang cepat sekali walaupun seorang perempuan dan seorang diri, beliau sedikitpun tidak merasa sakit maklum masih keturunan Pajajaran. Nyi Putri terus berjalan lurus ke arah timur naik gunung turun gunung, keluar hutan masuk hutan, lembah yang dalam dan tebing yang curam dilaluinya.
Sesudah berbulan-bulan lamanya, pada suatu waktu sampilah Nyi Putri Giri Larang ke sebuah hutan belantara yang belum ditem-puh oleh manusia. Kera, lutung, burung, dan binatang liar ramai sekali berbunyi bersahut - sahutan dengan temannya, .bagaikan mengucapkan selamat datang kepada Nyi Putri Giri Larang - Nyi Putri Giri Larang sedikit pun tidak mempedulikan bunyi - bunyi itu dan bunyi binatang - binatang hutan lainnya, beliau terus berjalan di bawah pohon - pohon yang besar yang usianya sudah ratusan tahun sambil meretas jalan dengan menerobos akar - akar yang menghalanginya.
Ketika Nyi Putri Giri Larang sedang menerobos rumpun kaso yang menghalanginya,- beliau tercengang melihat sebuah taman yang sangat indah di tengah - tengah hutan belanta­ra. Hatinya penuh dengan berbagai pertanyaan, siapa gerangan yang membuat taman itu dan siapa yang mau bersenang-senangdi taman tengah hutan itu.
Di tengah-tengah taman ada kolam yang besar, airnya jernih sehingga pasir putih di dasarnya jelas tampak kena sinar matahari tepat di atasnya. Di sekeliling kolam penuh dengan bunga yang beraneka warna yang sedang berkembang, merah, putih, kuning, dan ungu. Kupu - kupu beterbangan di atasnya mengicap madu bunga. Siapa saja akan tertarik oleh keindahan taman itu.
Karena tertarik oleh keindahan taman tak terasa lagi oleh Nyi Putri Giri Larang, tahu - tahu sudah sampai di pinggir kolam. Kedua kakinya sampai mata kaki diremdamkan ke dalam air, rasanya dingin sekali. Karena waktu itu tengah hari, matahari sedang panas -panasnya memancarkan sinarnya, Nyi Putri merasa kepanasan dan letih, beliau ingin mandi di kolam itu. Pakaiannya ditinggalkannya dan disimpan di atas sebatang kayu yang terletak tidak jauh dari sana, yang dikenakan hanya pakaian dalamnya, kemudian Nyi Putri meremdankan badannya, berenang bersuka ria karena airnya di-ngin menyegarkan seluruh badan.
Sebetulnya taman itu kepunyaan Raja Majapahit, baginda raja membuat taman itu untuk mengasingkan diri, menenangkan pikir-an, dan tempat beristirahat sepulang berburu. Waktu itu juga ada seorang patih yang diperintah baginda memeriksa taman. Sepu­lang berburu patih mampir ke taman maksudnya memerksa kolam kalau - kalau airnya berkurang. Ketila dilihatnya air kolam itu bergerak - gerak, bergelombang berbeda dari biasanya, patih terkejut dan ketika dilihatnya ada seorang putri cantik sedang mandi seorang diri, matanya tak berkedip, melekat kepada putri. Ketika itu patih teringat kepada rajanya yang sedang bersedih hati mencari putri untuk dijadikan permaisyurinya. Sekarang kebetulan mendapatkan putri cantik laksana bidadari. Tak pikir panjang lagi patih meloncat ke arah kayu tempat menyimpan pakaian Nyi Putri Giri Layang dan terus diambilnya. Ketika putri melihat pakaiannya diambil patih segeralah naik ke darat hendak merebutnya, tetap'i patih sudah bersiap - siap dan terus lari sambil berteriak.
"Hai, Nyi Putri! Kami bukan tidak sopan terhadap kamu, melain-kan kami sudah mendapatkan keuntungan yang besar sekali sebab raja kami, Raja Majapahit, tentu akan bergembira sekali dapat ber-temu denganmu. Sekarang pakaianmu ada pada kami jika kamu perlu kejarlah ke Majapahit."
"Nyi Putri Giri Layang rnembalas berteriak sambil mengejar: "Hai, pencuri, serahkan pakaian kami! Kamu tidak sopan sudah berani mencuri pakaian orang yang sedang mandi."
Patih Majapahit tidak memperdulikannya terus lari, tetapi dengan sengaja memberi kesempatan kepada putri yang meng-ejarnya sebab kadang - kadang cepat larinya dan kadang - kadang lambat - lambat. Ketika putri sudah dekat kepadanya, patih lari lagi dengan cepat, tetapi jika sudah jauh dari putri dia berjalan perlahan lahan. Nyi Putri Giri Larang terus rnengejarnya sehingga akhirnya sampai ke keraton Majapahit.
Setiga di keraton, patih menyembah seraya berkata kepada Raja Majapahit yang kebetulan sedang duduk - duduk di keraton: "Gusti yang mulia, hamba mendapat rizki yang dapat menghi-burhati Gusti. Hamba persembahkan bungkusan ini kepadaGusti."
Ketika baginda raja membuka bungkusan dari patih, wajahnya berseri - seri, sambil tersenyum melihat pakaian putri.
"Syukurlah, syukur, kamu patih yang bijaksana tahu kepada keinginan rajanya. Mana putri itu?" Baru saja baginda memuji patihnya tiba - tiba terdengar teriakan Nyi Putri Giri Larang yang sedang marah: "Hai pencuri! mana pakaian kami, kamu bedebah, kamu manusia biadab, berani mengambil pakaian perempuan yang sedang mandi."
Prabu Majapahit tersenyum saja mendengar makian itu. Ba­ginda maphum kepada orang yang sedang marah dan kemudian berkata dengan lemah lembut: "Putri cantik, janganlah gusar! Sabarlah, pakaian itu tidak akan kami apa-apakan, bahkan akan kami ganti berlusin - lusin dengan pakaian yang serupa malahan lebih bagus dari itu. Sekarang beristirahatlah, bersihkan keringat dan mandilah dengan air dingin. Kami ingih tahu siapa nama dan dari mana asal?
Nyi Putri Giri Larang menjawab sambil bertolak pinggang: "Hai, Bapak maling. Jika kamu tidak tahu, nama kami Nyi Putri Giri Larang, adik Pangeran Giri Layang, keturunan Pajajaran. Seka­rang serahkanlah pakaian kami, jika tidak kamu serahkan, keraton dan seisinya akan kami hancur ratakan."
Raja Majapahit tersenyum saja kemudian menjawab: "Kalau demikian, terima kasih, sekarang sudah jelas. Kami beruntung sekali menemukan putri cantik dan keturunan Pajajaran. Memang itu yang kami cari - cari dari dahulu. Sekarang begini, jangan menimbulkan keributan sebab akibatnya rakyat yang menjadi korban. Lebih baik marilah kita berunding di sana di tempat yang dingin, nanti tentu pakaian itu akan kami serahkan."
Nyi Putri Giri Larang mengikuti Prabu Majapahit pergi ke balairung kemudian duduk berhadapan. Prabu Majapahit berkata dengan lemah lembut dan penuh kebijaksanaan.
"Nyi Putri yang cantik. Tidak baik kita mencari - cari keributan. Sekarang alangkah baiknya jika kita mencari ketentraman hati masing - masing. Bagaimana jika sekiranya Nyi Putri kami jadikan permaisyuri Majapahit. Bersediakah atau tidak? Jika sekiranya ber-sedia nanti pakaian Nyi Putri akan kami serahkan, tetapi jika tidak tentu tidak akan kami serahkan."
Setelah mendengar pertanyaan itu aneh sekali badan Nyi Putri menjadi lemah, tak ada tenaga sedikit pun, laksana kapas terkena air, tak berdaya tak bertenaga. Dalam keadaan demikian, Nyi Putri teringat kepada pesan kakaknya, Pangeran Giri Layang, bahwa janganlah sekali - kali menyeberang perbatasan sebelah timur se­bab kalau memaksa melanggar larangan itu akan hilang segala kesaktian. Kemudian Nyi Putri termenung memusatkan pikiran dan hatinya memohon kepada Dewa Agung bagaimana memberikan jawaban dan bagaimana caranya agar dirinya selamat. Sesaat sete­lah itu Nyi Putri segera menjawab: "Baginda Raja Majapahit! Hamba sekarang mengakui telah ka-lah kesaktian. Karena itu, baiklah hamba bersedia menjadi permai­syuri Majapahit, hanya hamba ada satu permohonan. Jika baginda bersedia memenuhi permohonan itu, sekarang juga hamba berse­dia."
Baginda raja segera bertanya dengan bergembira."Oh, begitu. Coba katakan sekarang juga apa gerangan permintaan itu. Mau emas berlian atau istana yang indah, tentu akan segera kami penuhi." nyi Putri Giri Larang menjawab.
"Permohonan hamba tidak seberapa. Bukan ingin emas berlian atau istana indah sebab itu semua sudah ada pada hamba. Permo­honan hamba ini hanyalah jika nanti hamba sudah menjadi permai­syuri Majapahit janganlah sekali - kali kaum laki - laki mengganggu pekerjaan kaum perempuan. Jika nanti baginda melanggar permo­honan hamba itu pasti baginda akan mendapat penderitaan sebagai akibatnya.
Prabu Majapahit menyanggupi permohonan Nyi Putri Giri La­rang yang tidak seberapa itu.
Konon, entah sudah berapa tahun Nyi Putri Giri Larang menjadi permaisyuri Majapahit, sekarang Nyi Putri sedang mengandung. Kandungannya makin lama makin besar. Baginda Prabu Majapahit alangkah gembiranya melihat permaisyuri sudah mengandung sebab akan mempunyai keturunan yang akan menggantinya.
Pada suatu hari Nyi Putri Giri Larang sedang menanak nasi. Karena hari sangat panas, Nyi Putri ingin mandi. Kemudian Nyi Putri memberitahukan kepada baginda raja bahwa beliau akan mandi dulu dan titip apa yang sedang dimasaknya. Sesudahnya Nyi Putri pergi hendak mandi, Prabu Majapahit merasa aneh sekali, biasanya juga tidak menitipkan apa yang sedang dimasaknya. Karena itu, baginda raja penasaran ingin mengetahui apa yang sedang dima­saknya. Kuali yang airnya sedang mendidih dan asapnya mengepul ke atas itu dibuka baginda tutupnya. Baginda sangatlah terkejut sebab yang direbusnya itu tidak lain lalah padi. Padi yang masih padatangkainya itu diangkatnya, diperhatikannya. tetapi kemudian dimasukkannya kembali dan ditutupnya. Baginda raja terus ke tern-pat duduknya semula.
Ketika Nyi Putri Giri Larang pulang dan mandi terus ke dapur maksudnya hendak menyediakan santapan. Ketika tutup kuali di-bukanya, Nyi Putri sangat terkejut sebab nasi belum masak masih tetap padi pada tangkainya. Nyi Putri Giri Larang sangat marah sebab tentu baginda raja sudah membukanya. baginda raja sudah melanggar permohonannya, baginda tidak menepati janji. Kema-rahan Nyi Putri sudah tak dapat ditahannya lagi akhirnya Nyi Putri berteriak mencaci maki baginda raja: "Hai, Prabu Majapahit! Meskipun kamu adalah raja yang disem-bah oleh semua rakyat dan kami adalah permaisyuri, sejak hari ini tidak akan kami hormati sebab kamu sudah melanggar permo-honan kami, sudah berani membuka rahasia kami."
Setelah memarahi raja, Nyi Putri Giri Larang sambil mengambil pakaiannya yang dahulu, pakaian dari Pajajaran, melarikan diri dengan cepat tidak menolah baginda raja yang sedang terkejut dan terpaku melihat perbuatan Nyi Putri.
Karena menyambat ajian angin, Nyi Putri Giri Larang larinya cepat sekali laksana angin yang berembus dengan kencangnya, lurus ke arah barat. Tidak lama Nyi Putri sudah ada di keraton kakaknya. Setibanya di keraton, Nyi Putri segera memeluk pangkuan kakaknya yang sedang duduk. Nyi Putri menangis mohon maaf atas segala kesalahannya.
Nyi Putri Giri Larang menceritakan kepada kakaknya segala pengalamannya dari mulai meninggalkan kakaknya, menjadi permaisyuri dan mengandung, sampai bertemu kembali, tidak ada yang tidak diceritakannya.
Adapun kakaknya, Pangeran Giri Layang, mendengar segala penderitaan yang telah terjadi atas adiknya itu sangatlah bersedih hati, kemudian berkata, "Sudah saja adikku, jangan mengingat -ingat kejadian yang telah lalu, hal itu adalah kehendakDewaAgung. Sekarang beristirahatlah kas.ihan kepada bayi dalam kandungan kalau - kalau ada akibatnya."
Sebetulnya, Pangeran Giri Layang merasa cemas sebab adiknya itu melarikan diri dari suaminya, Raja Majapahit. Tentu saja awal akhir akan datang tentara Majapahit menyusul mencari Nyi Putri Giri Larang. Akan tetapi, kecemasannya itu tidaklah diperlihatkan-nya kepada adiknya sebab takut kalau - kalau ada akibatnya bagi bayi yang sedang dikandungnya. Meskipun hati baginda penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran dan selalu berpikir bagai-mana nanti kalau tentara Majapahit datang menyerang, baginda merasa bersuka cita sebab akan mempunyai putra yang akan mene-ruskan kerajaannya.
Tiba pada saatnya Nyi Putri Giri Larang melahirkan seorang bayi laki - laki, selamat tak ada suatu apa. Bayi laki - laki itu diberi nama Adipati Jatiserang.
Pangeran Giri Layang sangat berhati - hati memelihara putra adiknya itu. siang malam tidak lepas dari perhatian dan penjagaan-nya sehingga cepat sekali pertumbuhan anak itu. Pada suatu malam Pangeran Giri Layang mendapat petunjuk dari kakeknya yang sudah tiada dari Pajajaran bahwasanya mulai sekarang harus bersiap - siap sebab tentara Majapahit akan menye­rang dan akan mengambil Putri Giri Larang.
Besoknya, segeralah Pangeran Giri Layang mengumpulkan semua patih dan para menteri unt'uk merundingkan persiapan menahan serangan tentara Majapahit. Patih Endang Capang, patih andalan negara, yang menjadi tulang punggung kerajaan, ditugasi menggali tanah membuat kulah, banyaknya empat buah.
Setelah melihat bahwa Patih Endang Capang selesai membuat kulah, berserulah Pangeran Giri Layang di hadapan para menteri, penggawa, perajurit, dan seluruh rakyat, "Kami bukannya tidak sanggup menghadapi tentara Majapahit, melainkan kami kasihan kepada rakyat, kami sangat mencintai rakyat. Kami tidak mau meli­hat negara menjadi tempat banjir darah dan rakyat menjadi korban. Kami rela berkorban demi kepentingan negara dan rakyat. Karena itu, kulah yang empat buah itu untuk tempat kami dan keluarga kami bersembunyi Kalau nanti musuh sudah menyerang, kami
minta agar segera keempat kulah itu ditimbuni tanah dan kami peliharalah sebagaimana memelihara mayat. Meskipun negara ini dikuasai oleh raja lain, kami menghendaki negara ini tetap aman, tentram, dan damai, loh jinawi gemah ripah kerta raharja, rakyatnya takkurang suatu apa. Hanyasebagai tandanyadi atas kulah itu kami akarvmenanamkan pohon bungur."
Sesudah selesai Pangeran Giri Layang memberikan amanatnya, baginda beserta Nyi Putri Giri Larang dan putranya masuk ke dalam kulah, sedangkan kulah yang lainnya untuk keluarganya dan orang brang yang dekat kepada baginda. Tidak berapa lama tentara Majapahit sudah datang menyerang, suaranya ramai sekali, berteriak - teriak seperti yang sedang ber-buru saja layaknya.
" Pasukan tentara Majapahit dipimpin oleh Patih Mangkunagara dan Patih Surapati. Ketika sampai di pintu gerbang segeralah Patih Mangkunagara bertanya dengan suara keras kepada latih Endang Gapang.
"Hai, penjaga! Siapa namamu, apa nama negara ini, dan siapa rajanya?"
Patih Endang Capang segeralah menjawab dengan sopan santun agar musuhnya tidak marah.
"Hamba bernama Patih Endang Capang, negara ini ialah Negara Giri, dan rajanya bernama Pangeran Giri Layang."
Patih Mangkunegara tertawa terkekeh - kekeh karena sangat bergembira, maksudnya tercapai.
"Kebetulan sekali! Negara ini yang kami cari - cari sudah lama. Kamu tahu. Pangeran Giri Layang itu mempunyai adik, yang bernama Nyi Putri Giri Larang. Nah, Nyi Putri Giri Larang adalah permaisyuri raja kami. Beberapa waktu yang lalu Nyi Putri Giri Larang melarikan diri. Nah, kami bertanya. Adakah sekarang Nyi Putri di sini? Sekarang juga akan kami bawa kembali ke Negara Majapahit."

Betul sekali. Nyi Putri Giri Larang sudah mempunyai seorang putra, yang bernama Adipati Jatiserang. Putranya sudah besar, hanya sekarang tidak ada di sini, sedang menuntut ilmu mencari kesaktian. Adapun Pangeran Giri Layang dan Nyi Putri Larang sudah wafat. Kalau tidak percaya mari sekarang kita pergi ke kuburannya," Jawab Patih Endang Capang.
Berangkahlah Patih Mangkunagara, Patih Surapati, dan semua tentara Majapahit diiringkan oleh Patih Endang Capang ke kuburan, tempat Pangeran Giri Layang hersembunyi. Setibanya di sana semua saling berpandangan sebab yang dicarinya tidak ada. Me-reka penasaran, mereka akan menggali kuburan. Akan tetapi, baru saja akan mulai menggali kuburan tiba - tiba semuanya menjadilesu, seluruh badannya lemah, tak bertenaga sedikit pun, jangankan akan menggali kuburan mengangkat cangkul pun sudah tak kuat.
Kemudian Patih Mangkunagara berseru kepada semua tentaranya," Hai, tentara Majapahit! Kita semua jangan pulang ke Negara Majapahit sebab kami malu pulang dengan hampa tangan, tak ada hasilnya. Sekarang lebih baik kita "ngalawung"1)di sini menunggu Nyi Putri Giri Larang keluar sebab kami yakin bahwa Nyi Putri itu tidak meninggal melainkan bersembunyi. Sekarang kalian bertempat tinggal saja di sini."
Demikianlah, sejak waktu itu negara itu disebut Negara Girilawungan. Adapun kampung tempat patih dan tentara Majapahit "ngalawung", bersemuka, bertemu berhadap-hadapan, sampai sekarang masih ada, yang disebut Babakan Jawa.
1' Lawung, dilawungkeun ialah disemukan, dipertemukan berhadap - hadapan (yang mepdakwa dan yang didakwa) sambil mendengarkan pengakuannya masing - masing.'

0 komentar:

Posting Komentar