twitter



Sri Jayabupati wafat tahun 1042 M. la digantikan oleh puteranya yang bernama Prabu Darmaraja Jayamanahen Wisnumurti Sakalasundabuana (1042 – 1065 M) atau sang mokteng Winduraja. Jadi, ia dipusarakan di Winduraja. Tempat bernama demikian dan menyimpan pantulan kepurbakalaan adalah Desa Winduraja di Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis. Ada gejala bahwa setelah Sri Jayabupati wafat sampai tahun 1187 M pusat pemerintahan terletak di kawasan timur tidak di Pakuan. Cicit raja ini, Prabu Darmakusuma (1157 – 1175 M) juga dipusarakan di Winduraja.
Prabu Darmaraja digantikan oleh puteranya yaitu Prabu Langlangbumi (1065 – 1155 M) atau sang mokteng Kerta. Mungkin sekali salah seorang cucunya diperisteri oleh penguasa Kadiri-Janggala Maharaja Jayabuana Ke-sanananta Wikramotunggadewa (1102 – 1104 M) atau Prabu Surya Amiluhur. Raja ini hanya dua tahun memerintah karena kekuasaannya direbut oleh Jayawarsa Digjaya Sastraprabu. Prabu Jayabuana melarikan diri ke Jawa Barat karena permaisurinya berasal dari sini. Mungkin tokoh inilah yang disebut Prabu Banjaransari pelarian dari Kediri dalam Babad Galuh.
Peristiwa sejarah yang menarik dalam masa pemerintahan Maharaja Langlangbumi ialah berita yang termuat dalam prasasti Geger Hanjuang atau prasasti Galunggung karena ditemukan di lereng Gunung Galunggung, Prasasti ini ditemukan di bukit Geger Hanjuang yangoleh penduduk setempat disebut Kabuyutan Linggawangi karena terletak di Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya. Sekarang disimpan di Museum Pusat dengan nomor D-26.
Isi prasasti itu ditulis dalam huruf dan bahasa Sunda Kuno yang cukup terang untuk dibaca. Walau pun hanya liga baris pendek namun di dalamnya tercantum tanggal dan tahun. Bacaannya baris demi baris  sebagai berikut :
tra ba i gune apuy na-
sta gomati sakakala rumata-
k disusu(k) ku batari hyang pun
Prasasti itu bertanggal tra (trayodasi = ke-13) ba (badramasa = bulan Badra) atau tanggal 13 bulan Badra (Agustus/September) tahun 1 (gomati) 0 (nasta) 3 (apuy) 3 (gune). Arti lengkapnya: Pada hari ke-13 bulan Badra tahun 1033 Saka Rumatak (seleai) disusuk oleh Batari Hyang.
Karena tidak disebutkan paksa (separuh bulan) dalam prasasti ini digunakan sistem amanta (perhitungan tanggal dari bulan baru ke bulan baru) yang hitungan tanggalnya diteruskan sampai 30. Perhitungan menurut tarih Masehi kira-kira tanggal 21 Agustus HUM.
Rumatak yang oleh penduduk setempat disebut Rumantak adalah bekas ibukota Kerajaan Galunggung yang terletak tidak jauh dari bukit Geger Han­juang tempat prasasti itu ditemukan. Disusuk berarti dikelilingi dengan parit untuk pertahanan. Berita serupa dapat kita baca dalam prasasti Kawali dan Batutulis di Bogor. Dengan demikian tokoh Batari Hyang pun dapat kita duga sebagai penguasa Kerajaan Galunggung waktu itu. Ia tentu keturunan dan ahli waris Resiguru Sempakwaja pendiri Kerajaan Galunggung.
Prasasti itu membuktikan bahwa perjanjian Galuh tahun 739 masih tetap dihomiati. Dalam kropak.632 tokoh Batari Hyang disebut sebagai nu nyusuk na Galunggung. Ajaran yang tertulis dalam naskah itu disebutkan sebagai ajarannya. Tokoh ini pula yang dalam kropak 630 (Sanghyang Siksakandang Karesian) disebut sang sadu jati (sang bijaksana atau sang budiman). Cukup unik karena “pencipta” ajaran tentang kesejahteraan hidup yang harus men­jadi pegangan para raja dan rakyatnya itu adalah seorang wanita.
Mengapa Batari Hyang membangun parit pertahanan sebagai perlindung-an pusat pemerintahannya beluni dapat dijelaskan secara memuaskan. Mungkin ia beijaga-jaga karena melihat pusat pemerintahan Kerajaan Sunda-Galuh berada di kawasan timur atau mungkin karena sebab lain. Kerajaan Galunggung dapat mempertahankan kehadirannya setelali Galuh dan Pajajaran runtuh. Dalam awal abad ke-18 sisa kerajaan itu masih ada dengan nama ‘”Kabupaten” Galunggung dan berpusat di daerah Singaparna. Karena alasan historis, penduduk kampung Naga di Salawu tabu menyebut nama Singapar­na. Mereka berkukuh menggunakan nama Galunggung.
Dalam tradisi masa silam Galunggung dianggap sebagai sumber ilmu karena sejak didirikannya merupakan “kerajaan agama”. Batas-batas alas Galunggung menurut fragmen Carita Parahiyangan ialah: Gunung Sawal di sebelah utara, Pelang Datar di sebelah timur dan Ciwulan di sebelah selatan. Sebuah naskah yang dimiliki oleh sesepuh di Singaparna (berbahasa Sunda berhuruf Arab) dan berasal dari bagian akhir abad ke-19 masili menyebutkan tokoh Sempakwaja di antara generasi pertama Kerajaan Galunggung. la masih dikenal dan disebut dalam berbagai mantra dan do’a. la sudah “didewakan” orang.
Sumber : www.allbandung.com 

0 komentar:

Posting Komentar